anandita informasi

Selamat Datang di Anandita Informasi

Kamis, 16 Juni 2011

Laporan Menguji Pernapasan pada Hewan

Laporan Praktikum Biologi
Menguji Pernapasan pada Hewan






BAB I
PENDAHULUAN

1.                  Latar Belakang
Bernapas merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup.  Proses pernapasan makhluk hidup berbeda-beda (dipengaruhi oleh beberapa faktor), begitu juga dengan alat pernapasannya.  Hewan-hewan tingkat  rendah (avertebrata) lainnya telah memiliki alat pernapasan sederhana, misalnya Insecta dan Myriapoda bernapas dengan trakea. Pada  vertebrata,  pernapasannya tidak langsung karena menggunakan perantara alat-alat pernapasan. Untuk itu, kami  melakukan percobaan untuk mempelajari pernapasan hewan dan untuk mengetahui faktor-faktor  yang mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigen pada hewan saat bernapas.
2.                  Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh berat badan terhadap kecepatan pernapasan serangga?
3.                  Tujuan Percobaan

Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari tentang pernapasan hewan dan untuk mengetahui pengaruh berat badan terhadap kecepatan pernapasan serangga.
4.                  Manfaat Penelitian / Percobaan

Sebagai sumber informasi bagi siswa tentang pernapasan hewan dan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigen pada hewan pada saat hewan tersebut bernapas





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


1.      Kajian Teori
Pernapasan pada hewan tingkat rendah, seperti Protozoa, Porifera, dan cacing berlangsung secara difusi. Difusi air atau udara terjadi melalui permukaan tubuh (misalnya pada Amoeba) atau melalui suatu jaringan tipis yang memiliki pembuluh-pembuluh kapiler darah (misalnya pada cacing tanah). Pernapasan melalui seluruh permukaan tubuh disebut pernapasan langsung.
Avertebrata telah memiliki alat pernapasan sederhana misalnya Insecta dan Myriapoda bernapas dengan trakea. Archnida (misalnya laba-laba) bernapas dengan paru-paru buku. Hewan-hewan yang hidup di air, yang tergolong dalam Crustacea, Mollusca, dan Pisces, alat respirasinya adalah insang.
Pada Vertebrata pernapasannya tidak langsung Karena menggunakan perantaraan alat-alat pernapasan.
Insecta (Serangga) bernapas dengan menggunakan tabung udara yang disebut trakea. Udara keluar masuk ke pembuluh trakea melalui lubang-lubang kecil pada eksoskeleton yang disebut stigma atau spirakel. Stigma dilengkapi dengan bulu-bulu untuk menyaring debu. Stigma dapat terbuka dan tertutup karena adanya katup-katup yang di atur oleh otot. Tabung trakea bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Cabang terkecil berujung buntu dan berukuran kurang lebih 0,1 nano meter.  Cabang ini disebut trakeolus  (berisi udara dan cairan). Oksigen larut dalam cairan ini kemudian berdifusi ke dalam sel-sel di dekatnya. Jadi,  pada Insecta, oksigen tidak diedarkan melalui darah,  tetapi melalui trakea.


Gambar 2.1 Mekanisme Pernapasan Insecta
Faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain adalah temperatur suhu cuaca. Jika temperatur suhu cuacanya tidak teratur bisa mempengaruhi laju konsumsi oksigen semakin banyak atau tidaknya. Faktor spesies hewan, jika menguji pernapasan pada hewan yang lebih besar pasti membutuhkan lebih banyak laju mengkonsumsi oksigen. Faktor ukuran badan, jika hewan berukuran kecil pasti tidak banyak membutuhkan oksigen dan jika ukuran badan hewannya besar pasti membutuhkan oksigen yang banyak. Dan faktor aktivitasnya, semua makhluk hidup jika aktivitasnya banyak pasti membutuhkan banyak oksigen juga sama seperti halnya pada hewan jangkrik .
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk mengengkut dan mngedarkan O2 ke seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu, pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sitem transportasi atau darah.
Udara masuk dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya. Selanjutnya dari stigama, udara masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya pengaruh kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur.
Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air. Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang tidak diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan.
Dengan metode Wingkler, kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh hewan air seperti ikan.
Respirometer Scholander digunakan untuk mengukur laju konsumsi oksigen hewan-hewan seperti katak atau mencit. Alat ini terdiri atas syringe, manometer,tabung spesimen, dan tabung kontrol.

2.      Rumusan Hipotesis
Semakin besar berat tubuh seekor jangkrik semakin besar pula oksigen yang di perlukan.





BAB III
METODE PERCOBAAN

1. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Variabel Manipulasi                : Berat Jangkrik
Varibel Respon                       : Laju pernapasan serangga.
Variabel Kontrol                     : Jenis jangkrik, respirometer sederhana, kristal NaOH,   
   Eosin, Vaselin, pipet, dan suhu.

2. Instrumen Penelitian atau Percobaan
ü  Respirometer sederhana
ü  Timbangan
ü  3 ekor jangkrik (jangkrik jantan)
ü  Kristal NaOH
ü  Eosin
ü  Vaselin
ü  Kapas/tissue
ü  Pipet
3.  Prosedur Pelaksanaan Penelitian / Percobaan
a.       Membungkus Kristal NaOH dengan kapas atau tissue, lalu memasukkan dalam tabung respirometer.
b.      Memasukkan jangkrik yang telah ditimbang beratnya ke dalam botol respirometer, kemudian menutup dengan pipa berskala.
c.       Mengoleskan vaselin pada celah penutup tabung.
d.      Menutup ujung pipa berskala dengan jari kurang lebih 1 menit, kemudian melepaskan dan memasukka setetes eosin dengan menggunakan pipet.
e.       Mengamati dan mencatat perubahan kedudukan eosin pada pipa berskala setiap 2 menit selama 10 menit.
f.       Melakukan percobaan yang sama (langkah a sampai dengan e) menggunakan jangkrik lainnya dengan ukuran yang berbeda.





BAB IV
DATA dan PEMBAHASAN

1.Data Hasil Percobaan
            Tabel 4.1 Laju Pernapasan Jangkrik
No
Jenis Serangga
Berat Tubuh (gram)
Jarak Kedudukan Eosin
2 menit
4 menit
6 menit
8 menit
10 menit
1
Jangkrik ke 1
7,5 gr
0,1 ml
0,4 ml
0,6 ml
0,7 ml
0,9 ml
2
Jangkrik ke 2
3 gr
0,1 ml
0,3 ml
0,5 ml
0,6 ml
0,6 ml
3
Jangkrik ke 3
7 gr
0,3 ml
0,6 ml
0,9 ml
-
-

Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 1 = (0,1+0,3+0,2+0,1+,0,2) : 5 = 0,18  ml/2menit =
  = 0,09 ml/menit

Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 2 = (0,1+0,2+0,2+0,1+0) : 5 = 0,12 ml/2menit
              = 0,06 ml/menit
Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 3 = (0,3+0,3+0,3) : 3 = 0,3 ml/2menit                                                                                                    = 0,15 ml/menit

2. Pembahasan
            Dari data diatas maka dapat diketahui bahwa jangkrik besar memerlukan lebih banyak oksigen dalam pernapasan, daripada jangkrik kecil.
Jangkrik ke 1 memiliki rata-rata kecepatan pernapasan 0,09 ml/menit (Jangkrik terberat dalam percobaan), saat dilakukan percobaan pada menit ke 2 kedudukan eosin ada pada skala 0,1. Lalu pada menit ke 4 kedudukan eosin berubah pada skala 0,4. Pada menit ke 6 eosin berada pada skala 0,6. Pada menit ke 8 eosin berada pada skala 0,7. Lalu pada menit ke 10 eosin berada pada skala 0,9.
            Jangkrik ke 2 memiliki  rata-rata kecepatan pernapasan sebesar 0,06 ml/menit (Jangkrik paling ringan dalam percobaan), saat dilakukan percobaan pada menit ke 2 kedudukan eosin ada pada skala 0,1. Lalu pada menit ke 4 kedudukan eosin berubah pada skala 0,3. Pada menit ke 6 eosin berada pada skala 0,5. Pada menit ke 8 eosin berada pada skala 0,6. Lalu pada menit ke 10 eosin berada pada skala 0,6.
            Jangkrik ke 3 memiliki rata-rata kecepatan pernapasan 0,15 ml/menit.  Saat dilakukan percobaan pada menit ke 2 kedudukan eosin ada pada skala 0,3. Lalu pada menit ke 4 kedudukan eosin berubah pada skala 0,6. Pada menit ke 6 eosin berada pada skala 0,9. Pada menit ke 8 kedudukan eosin sudah melampaui batas skala respirometer sederhana yang kami pergunakan.
            Dalam teori, berat badan jangkrik mempengaruhi laju pernapasan jangkrik. Semakin berat jangkrik semakin cepat pula laju pernapasannya. Namun dalam percobaan yang kami lakukan, pada jangkrik ke 1 yang memiliki berat paling besar laju pernapasannya hanya sampai skala 0,9 pada menit ke 10, sedangkan jangkrik ke 3 yang beratnya lebih kecil daripada jangkrik ke 1 justru laju pernapasannya lebih cepat, yaitu melampaui batas skala pada menit ke 8. Hal ini mungkin disebabkan karena aktivitas jangkrik yang berbeda. Dari yang kami amati saat percobaan, jangkrik ke 3 lebih aktif daripada jangkrik ke 1. Ini membuktikan bahwa aktivitas juga mempengaruhi laju pernapasan.





BAB V
SIMPULAN dan SARAN

1.Simpulan    
Berdasarkan pengujian pernapasan pada jangkrik  yang telah kita lakukan, dapat disimpulkan   bahwa pernapasan pada hewan dipengaruhi oleh :
o   Aktivitas
o   Berat Badan
2. Saran
Dalam melakukan percobaan pernapasan pada jangkrik, seharusnya kita pintar-pintar membagi waktu agar percobaan tersebut bisa selesai dengan tepat waktu. Selain itu, alat-alat maupun bahan pengujian seharusnya kita persiapkan terlebih dahulu agar bisa diperoleh hasil penelitian yang maksimal. Dan apabila ada kelompok yang sudah selesai terlebih dahulu,sebaiknya langsung meninggalkan lab agar tidak mengganggu kelompok lainnya yang sedang melakukan uji percobaan.





DAFTAR PUSTAKA

Maryati, sri.DKK.2007.Biologi:Jilid 2 untuk SMA Kelas XI.Jakarta:Erlangga

http://ascielish.wordpress.com/tag/education-about-flying-insect/


           





1 komentar: